Al-Quran telah menginformasikan kepada kita
mengenai figur-figur perempuan yang disebutkan didalam Al-Quran. Baik itu
secara jelas, artinya diterangkan berserta nama dan kisahnya namun adapula yang
tidak disebutkan secara jelas mengenai namanya, artinya yang dikisahkan hanya
untuk sebuah perumpamaan. Di antara figur-figur tersebut adalah Maryam, Asiyah,
Balqis, Istri Nabi Luth dan lain-lain.
Sebagaimana diketahui secara seksama bahwa
setiap figur didalam Al-Quran, maka ia mempunyai sejuta hikmah tak terhingga
yang bisa dipelajari dan dijadikan suatu ibrah bagi kita dizaman sekarang.
Semua figur yang disebutkan diatas mempunyai
kisah dan hikmah sejarah yang berbeda. Diantara mereka ada yang dijadikan
contoh yang baik dan ada juga yang buruk. Namun diantara figur tersebut maka
yang banyak mengundang tanya orang-orang, bahkan sampai sekarang, adalah Ratu
Balqis (Shaba).
Di dalam Al-Quran itu sendiri Ratu Balqis
digambarkan, secara historiografi tradisional, sebagai seorang pemimpin sebuah
peradaban yang gemilang nan terang, ia benderang diantara yang paling
cemerlang.
Jejak-jejak peninggalan peradaban atau
kemegahan negeri Saba itu sampai sekarang masih menjadi buah bibir yang tak
pernah kering. Para peneliti, dari berbagai kajian ilmu, masih mencari
fakta-fakta sejarah untuk merekonstruksi bangunan sejarah yang masih berupa
serpihan itu.
Perhatian terhadap jejak sejarah Ratu Balqis
yang dilakukan oleh berbagai ilmuwan itu bukanlah tanpa alasan, melainkan
karena Ratu Balqis itu sendiri bukanlah seorang Ratu yang hanya ada didalam
kitab suci Umat Islam, bahkan ada di Kitabnya umat Kristen, Yahudi bahkan ada
juga yang menceritakan Ratu Balqis dalam naskah di Ethiopia.
Dengan demikian mereka melakukan penelitian-penelitian
tersebut berangkat dari tujuan yang berbeda sesuai dengan kehendaknya
masing-masing. Oleh karena itu bisa dibilang bahwa temuan-temuan yang akan
dihasilkannya pun akan berupa serpihan-serpihan diantara reruntuhan sejarah
yang luas.
Dengan mencermati pembahasan sedikit diatas
sekiranya penulis termasuk pada orang yang masih penasaran dalam hal Ratu
Balqis. Meski pernah membaca literatur tradisional tentang ratu Balqis, hal
tersebut tidak membuat penulis untuk berhenti dalam mencari berbagai
sumber-sumber sejarah Ratu Balqis yang bisa memperkuat Iman dan ketaatan kepada
Allah SWT.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan
memaparkan mengenai Ratu Balqis berdasarkan apa yang telah ditulis dalam
Al-Quran serta menyandingkannya dengan beberapa sumber yang relevan. Selain itu
akan disinggung juga mengenai pembahasan mengenai fakta-fakta sejarah yang
dilakukan para peneliti terhadap Ratu Balqis.
Pembahasan
Syahdan, keberadaan Ratu Bilqis berserta
kaumnya tidak akan pernah bisa terlepaskan dari keberadaan Nabi Sulaiman yang
dimana, pada waktu itu, ia menjadi seorang yang dimuliakan oleh Allah SWT
sebagai seorang Nabi yang mempunyai kekuasaan tak terhingga.
Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis terdapat
dalam surat An-Naml ayat 20-44 dan surat Surat Saba ayat 15-19. Dalam ayat-ayat
yang terdapat dalam surat yang berbeda itu, setidaknya kita sudah bisa
menuliskan historiografi mengenai kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis. Akan
tetapi akan lebih bagus apabila disajikan interpretasi beragam sesuai dengan
yang dipaparkan ayat-ayat yang berkaitan.
Interpretasi Ratu Bilqis dan Nabi Sulaiman
Ratu Bilqis diketahui, keberadaannya, oleh
Nabi Sulaiman, yang waktu itu berada di Yaman, ketika ia hendak menyuruh burung
Hud-Hud untuk mencari sumber air. Ketika mendapati dalam barisan burung yang
lain, maka ia tidak melihat keberadaan burung tersebut. Mendapati hal tersebut
sontak membuat Nabi Sulaiman merasa sedikit kesal, sebagaimana tertulis didalam
Al-Quran Surat An-Naml ayat 20-21: Dan dia memeriksa
burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia
termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab
yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang
kepadaku dengan alasan yang terang".[1]
Alasan yang terang pada akhir kalimat diatas
mempunyai pengertian bahwasanya Nabi Sulaiman merasa kesal apabila burung
hud-hud yang dicarinya tidak mempunyai alasan yang kuat untuk menjelaskan
ketidakhadirannya pada waktu dicari Nabi Sulaiman.
Diceritakan Lalu tak lama berselang datanglah
si burung Hud-hud. Ia membawa berita yang belum diketahui oleh nabi Sulaiman
sebelumnya. Yaitu tentang negeri Saba’ yang diperintah oleh seorang wanita,
yang konon bernama Balqis binti Syurahil.
Sang ratu dianugerahi segala sesuatunya yang
dapat menjadikan kekuasaannya langgeng, kuat dan besar. Misalnya tanah yang
subur, penduduk yang taat, kekuatan bersenjata yang tangguh serta pemerintahan
yang stabil. Serta ia mempunyai singgasana yang besar sebagai cerminan
kehebatan kerajaannya[2],
sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah dalam Al-Quran surat An-Naml
ayat 22-23: Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata:
"Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa
kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku
menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala
sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.[3]
Penyampaian berita tersebut membuat Nabi
Sulaiman yang pada waktu itu sedang kesal tiba-tiba menjadi sangat penasaran
dengan apa yang dibawa oleh burung tersebut. Terlebih ketika burung hud-hud
mengabarkan sesuatu berita yang lebih membuat Nabi Sulaiman ingin mengetahui
kebenaran berita tersebut.
Diceritakan bahwasanya negeri tersebut,
meskipun memiliki suatu keadaan yang mengagumkan, ternyata mempunyai ajaran-ajaran
yang bertolak belakang dari apa yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman. Sebagaimana
yang tertulis didalam Al-Quran surat An-Naml ayat 24-25: Aku mendapati dia
dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan
mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari
jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk. agar mereka tidak
menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan
Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.[4]
Oleh karena rasa penasaran dan rasa ingin tahu
yang besar mengenai kabar yang dibawa burung hud-hud tersebut, Nabi Sulaiman,
sebagai seorang Nabi yang mempunyai kekuatan luar biasa baik dari segi kekayaan
dan pasukan perang, mengutus burung tersebut untuk menyampaikan surat kepada
penguasa tersebut. Dalam suratnya tersebut Nabi Sulaiman seraya mengajak Ratu
Bilqis untuk tidak menyombongkan diri dan berserah diri kepada Allah.
Mendapati hal tersebut, dalam hal ini sebuah
surat dari Nabi Sulaiman, Ratu Bilqis sebagai seorang pemimpin perlu untuk
mendiskusikan hal tersebut kepada seluruh patih-patih yang berpengaruh. Dalam
musyawarahnya itu Ratu Bilqis berusaha untuk meminta pendapat mengenai perihal
surat yang disampaikan oleh Nabi Sulaiman. Terdapat suatu musyawarah yang
sengit diantara mereka, bahkan diantara mereka ada yang mempertimbangkan untuk
berperang saja, namun apapun itu tetaplah satu kesimpulan akhir berada ditangan
Ratu Bilqis.
Singkat cerita musyawarah yang dilakukan Ratu
Bilqis berserta para pemuka-pemuka Saba telah usai. Kesimpulan yang didapat
adalah dengan mengirim kembali utusan Ratu berserta dengan hadiah yang
diberikan untuk Nabi Sulaiman.
Oleh karena Nabi Sulaiman menyurati mereka
untuk datang dan berserah diri kepadanya bukanlah karena harta sehingga iapun
menolaknya. Tapi karena semua itu karena ketaatan kepada Allah. Dapat dikatakan
di sini bahwa hadiah tersebut merupakan sogokan yang bertujuan menghalangi
Sulaiman dalam melaksanakan kewajibannya. Apa yang diberikan Allah kepadaku
lebih baik dari pada apa yang diberikan-Nya kepadamu, tetapi kamu merasa bangga
dengan hadiahmu.
Selanjutnya nabi Sulaiman memerintahkan kepada
pimpinan rombongan kerajaan Saba bahwa kembalilah kepada mereka yakni ratu dan
mereka yang taat kepadanya. Sungguh kami bersumpah bahwa sungguh kami akan
mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti
kami akan mengusir mereka dari negeri Saba’ dengan terhina dan mereka menjadi
tawanan-tawanan yang hina dina menjadi tawanan-tawanan perang. Ini tentu saja
bila mereka tidak datang dan patuh pada kami.[5]
Kisah ini berakhir ketika Nabi Sulaiman dan
Ratu Bilqis bertemu disalah satu istana Nabi Sulaiman. Diceritakan bahwa
kemegahan istana Nabi Sulaiman memang tiada tandingan, hal ini terbukti ketika
Ratu Bilqis menyinggahkan kain karena mengira ia akan menginjak air, padahal
yang dilihatnya itu adalah sebuah kaca tipis yang tak terlihat.
Dalam kisah tersebut setidaknya banyak hikmah
yang bisa kita ambil untuk dijadikan sebagai pelajaran. Seperti contoh dari
sisi religius maka peristiwa konversi Ratu Balqis dari penyembah matahari ke
agama islam bisa dijadikan pelajaran bahwa seorang Nabi Sulaiman pun, yang pada
hakikatnya seorang penguasa, selalu taat pada agama Allah, oleh karena itu
dakwah dan mengajak seseorang untuk menyembah Allah tetap dilakukannya.
Disisi lain adapula yang bisa dijadikan
pelajaran misalnya dari sisi kepemimpinan. Baik Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis,
keduanya, melakukan tahap diplomasi terlebih dahulu sebelum melangkah pada hal
lain, yang mana akan diambil bila menjadi sebuah keharusan. Seperti diketahui
bahwa kedua penguasa ini mempunyai armada perang yang luar biasa pada zamannya.[6]
Hal ini menandakan kepada kita bahwa kedua penguasa pada waktu itu memang
sangat bijaksana dalam mengambil keputusan.
Hal lain yang bisa dipetik hikmahnya adalah
tipe kepemimpinan kedua penguasa tersebut. Kedua penguasa tersebut memandang
penting apa yang dinamakan musyawarah, agar terhindar dari sikap yang
tergesa-gesa sehingga bisa jadi menimbulkan beberapa masalah.
Ada pun mengenai kelanjutan hubungan antara
nabi sulaiman dan ratu Balqis. Sebagian mufassir menyatakan bahwa hubungan
cinta antara keduanya berakhir dengan perkawinan. Mereka menikah dan menjadi
sepasang suami istri Walaupn menurut M. Quraish Shihab pembahasan tersebut
sebaiknya disingkirkan dari pembahasan tafsir.[7]
Ratu Bilqis, Saat Itu dan Masa Kini
Judul di atas mengindikasikan bahwa yang bisa
kita dapat dari Ratu Bilqis saat ini adalah sebuah upaya penelitian sejarah
untuk menemukan saat-saat itu ketika Ratu Bilqis berkuasa dinegeri Saba.
Seperti yang sudah disinggung diatas
bahwasanya bukan hanya orang muslim sahaja yang mencari sekaligus membahas
tentang Ratu Bilqis, akan tetapi orang-orang non muslim juga mempunyai motivasi
tersendiri untuk mengetahui keberadaan Ratu Saba ini. Setidaknya hal diatas
menandakan bahwa keberadaan Ratu Bilqis dalam Al-Quran, beberapa kitab lain dan
naskah itu benar adanya.
Dalam tradisi Yahudi maka keberadaan Ratu
Bilqis bisa dilacak pada old testament yang berbunyi: And when the Queen of
Sheba heard of the fame of Solomon concerning the name of the LORD, she came to
prove him with hard questions. And she came to Jerusalem with a very great
train, with camels that bore spices, and very much gold, and precious stones:
and when she was come to Solomon, she communed with him of all that was in her
heart. And King Solomon gave unto the Queen of Sheba all her desire, whatsoever
she asked, beside that which Solomon gave her of his royal bounty. So she
turned and went to her own country, she and her servants.(I Kings 10 v.1-13)
Sementara itu dalam bible, The Book of Ezekiel
(27 v.22-24), disebutkan juga bahwa “the merchants trading with Tyre came
from Sheba and Raamah, and brought with them spices, precious stones and gold -
the exact same goods that the Queen of Sheba brought with her when she came to
visit Solomon in Jerusalem.”
Adapun dalam tradisi Ethiopia dijelaskan pula
mengenai Ratu Bilqis, yang ada didalam naskah Kebra Nagast (Hikayat Raja
disana): “The stories are immortalised in the Ethiopian holy book - the
Kebra Nagast - where we find accounts of the queen's hairy hoof, her trip to
Solomon and her seduction. But these tales go further. Here, the queen returns
to her capital, Aksum, in northern Ethiopia, and months later gives birth to
Solomon's son, who is named Menelik, meaning 'Son of the Wise'.”
Dari penjelasan diatas, mengenai Ratu Bilqis dilihat dari
berbagai tradisi, terdapat suatu persamaan yang diantaranya kunjungan yang
dilakukan Ratu dengan berbagai harta yang melimpah untuk diberikan kepada
Solomon (Nabi Sulaiman). Dari ketiga tradisi tersebutlah terdapat beberapa
petunjuk untuk sedikit membuka kembali pintu gerbang pada saat itu ketika Ratu
Bilqis menguasai Saba.
Seperti contoh yang ada pada tradisi Yahudi,
dikatakan bahwa Ratu Bilqis pada waktu itu membawa banyak batu mulia (Precious
Stones), Dupa / kemenyan dan bumbu-bumbu. Hal ini menunjukan bahwasanya negeri
yang dihuni oleh kaum Saba ini dipastikan haruslah mempuni dalam barang-barang
diatas. Para peneliti menyatakan bahwa Negara yang memenuhi kriteria tersebut
adalah Somalia, Ethiopia, Afrika, Oman dan Yaman. “Only a few countries can
boast these attributes - countries such as Somalia and Ethiopia in the Horn of
Africa, and Oman and Yemen in the southern Arabian Peninsula.”[8]
Didalam bible juga terdapat beberapa petunjuk
yang bisa dijadikan kunci, diantaranya dengan menganalisis kata Saba itu
sendiri. The most popular translation of the Hebrew word 'Sheba' is the Arabic
'Saba' - referring to a great kingdom, the Sabaean kingdom, in what is today
Yemen. And, though historic proof is lacking for the Queen of Sheba herself,
there is plenty of textual evidence to support this great kingdom of Saba. In
Assyrian texts, kings by the name of 'Itamru' and 'Karib-ilu', have been
associated with kings of Saba named 'Yitha'amars' and 'Karibil', in Yemeni texts.[9]
Kata Saba itu merujuk pada sebuah kerajaan
yang dulu pernah berdiri di Yaman. Dan beberapa hal yang bisa mendukung
pendapat tersebut bisa ditemukan pada naskah Assyrian yang menuliskan beberapa
nama raja yang diantaranya Itamru, Kariblu yang dikatakan serupa dengan Raja
Saba Yitha’amars dan Karibil dalam teks Yaman.
Sedangkan dalam tradisi Ethiopia disebutkan
bahwa terdapat hubungan antara orang-orang Saba dengan Negara Ethiopia saat
ini. Berdasarkan penelitian seorang Profesor Chris Tyler-Smith, pakar dari
Inggris yang melakukan penelitian mengatakan, genetika bisa menjadi petunjuk
kejadian sejarah.[10]
Selanjutnya dikatakan pula bahwa Luca Pagani,
pakar dari Universitas Cambridge yang juga terlibat dalam penelitian ini
menambahkan, "Bukti genetika yang kami temukan jelas mendukung kebenaran
legenda Ratu Sheba." Mengomentari temuan ini, Dr Sarah Tishcoff dari
Jurusan Biologi dan Genetika Univeristas Pennsylvania, Amerika Serikat,
mengatakan, Ethiopia akan menjadi kawasan penting untuk diteliti di masa depan.
"Penelitian ini mengungkap sejarah Ethiopia, baik di masa sekarang maupun
di masa lalu. Kawasan Ethiopia memainkan perang penting dalam sejarah migrasi
manusia," kata Tishcoff.[11]
Dari penjelasan diatas, berdasarkan sumber
sejarah tertulis maupun genetika, maka bisa disimpulkan bahwa negeri yang dulu
dikuasai oleh Ratu Bilqis dan kaumnya Saba itu adalah negeri yaman pada saat
ini. Sedangkan keturunan-keturunan kaum Saba bisa jadi mereka-mereka yang saat
ini bermukim didaerah Ethiopia. (Wallahualam)
Berbagai Fakta Sejarah Mengenai Saba
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda
(kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan kiri (kepada mereka dikatakan): " Makanlah olehmu dari rezeki
yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar
dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dri pohon Sidr ( QS
Saba' 15-16).
Saba' adalah suatu kabilah yang terkenal di
negeri Yaman. Nama lengkap Saba' adalah Saba' bin Yasyjub bin Ya'rub bin
Qahthân. Tempat tinggal mereka berada di suatu daerah yang disebut Ma'rib.
Allâh telah memberikan kepada mereka nikmat yang sangat besar, tetapi mereka
tidak mensyukuri nikmat tersebut, sehingga Allâh menurunkan adzab dan mencabut
nikmat-Nya. Itu adalah balasan yang setimpal untuk orang yang sangat kafir.
Dalam hadits Farwah bin Musaik, Rasûlullâh
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang laki-laki, "Ya
Rasûlullâh! Kabarkanlah kepadaku tentang Saba'! Apakah Saba' itu? Apakah dia
itu (nama) suatu tempat ataukah (nama) wanita?" Beliau pun menjawab: “Dia
bukanlah (nama) suatu tempat dan bukan pula (nama) wanita, tetapi dia adalah
seorang laki-laki yang memiliki sepuluh anak dari bangsa Arab. Enam orang dari
anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam.”[12]
Dari sumber lain disebutkan bahwa Saba adalah
salah satu peradaban besar yang pernah mendiami bumi Allah. Para ahli
memperkirakan bahwa kaum Saba hidup pada rentan tahun 1000-750 SM dan mengalami
sebuah kehancuran pada tahun 550 M. Berbagai faktor menyertai keruntuhan
peradaban ini baik dari permasalahan internal maupun eksternal.
Sampai saat ini, dari berbagai penelusuran
sumber tulisan makalah ini, sumber babon tertulis terkait keberadaan Saba
adalah teks dari Asyiria, tepatnya ketika masa Sargon II ( 722-705 SM). Mengenai
teks ini telah disinggung sedikit diatas, khususnya yang disebutkan pada
tradisi bible / injil.
Dalam teks tersebut disebutkan bahwa Sargon
mencatat orang-orang yang membayar pajak kepadanya, ia juga menyebutkan bahwa
raja Saba yaitu Yith'i-amara (It'amara).[13]
Sangatlah pantas bila Saba dikategorikan
sebagai sebuah peradaban. dimana pada tingkatan ini satu negeri tengah berada
pada titik puncak segala kekayaan. Al-Quranpun menyebutkan bahwa kehidupan kaum
ini diberkahi oleh beberapa kekayaan. Hal ini bisa diperkuat juga dengan kepergian
Ratu Bilqis yang pada waktu itu membawa beberapa hadiah untuk Nabi Sulaiman
yang berupa Emas, Batu Akik atau Mulia dan rempah-rempah.
Fakta lain yang bisa menguatkan Kaum Saba
telah mencapai titik peradaban yang luar biasa adalah dengan ditemukannya
bangunan runtuh yang dikatakan sebagai sebuah reruntuhan bendungan Ma’rib.
Bendungan Ma'rib yang merupakan salah satu monumen terpenting dari kaum ini,
adalah merupakan indikasi penting yang menunjukkan tingkatan teknologi yang
telah diraih oleh kaum Saba.[14]
Selain tingkat perekonomian, yang kita tahu
dari catatan pajak Sargon II, dan tingkat kebudayaan yang berada dipuncak itu,
kaum Saba juga mempunyai armada perang yang luar biasa. Al-Quran bahkan
menginformasikan bahwa ketika terjadi pertemuan antara pembesar Saba dengan
Ratu Bilqis, diantara mereka ada yang menganjurkan untuk mengadakan peperangan
karena mereka mempunyai armada yang kuat dan banyak.
"Kita adalah orang-orang yang memiliki
kekuaan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat ( dalam peperangan), dan
keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu
perintahkan".[15]
Negara Saba memiliki tentara yang paling kuat
di kawasan tersebut. Negara ini mampu melakukan politik ekspansi (meluaskan
wilayah) berkat angkatan bersenjatanya. Negara Saba telah menaklukkan
wilayah-wilayah dari negara Qataban Lama yang memiliki tanah yang luas di benua
Afrika.
Selama abad 24 SM dalam ekspedisi ke Magrib,
angkatan bersenjata Saba mengalahkan dengan telak angkaan bersenjata Marcus
Aelius Gallus, seorang Gubernur di Mesir dari Kekaisaran Romawi yang
sesungguhnya merupakan negara yang terkuat pada saat itu.
Saba dapatlah digambarkan sebagai sebuah
negara yang menerapkan kebijakan yang moderat, namun mereka tidak akan
ragu-ragu untuk menggunakan kekuatan bersenjata jika memang diperlukan. Dengan
keunggulan kebudayaan dan militer, negara Saba merupakan salah satu "super
power" di daerah tersebut kala itu.[16]
Dari penjelasan diatas barangkali dapat
diambil kesimpula bahwasanya Saba adalah Negara yang diberkahi oleh Allah
dengan segala pemberiannya. Baik itu dari segi perekonomian, kebudayaan,
teknologi dan kekuatan armada perang.
Bila dilihat dari kacamata Ibnu Khaldun Saba
memang bisa dikategorikan sebagai salah satu peradaban besar yang pernah
mendiami bumi. Dimana pada tingkatan ini satu kebudayaan telah menetap, dan
mempunyai sumber kehidupan sungai, lalu ia tergiur untuk mengembangkan satu
keahlian, hal ini sebuah teknologi, dan sebagai bukti maka bendungan Ma’rib
itulah yang bisa dijadikan sebagai sebuah bukti bahwa Saba adalah salah satu
peradaban yang paling modern pada saat itu.
Meskipun begitu Ibnu Khaldun juga menyebutkan
bahwa pada taraf tertentu peradaban yang besar dipastikan akan hancur binasa
oleh berbagai faktor-faktor. Baik faktor dari luar ataupun dari dalam
dipastikan akan selalu ada menyertai kisah hidup manusia dan perjalanannya
sepanjang sejarah.
Begitu juga dengan kaum Saba yang diceritakan
dalam Al-Quran itu. Dalam Al-Quran diterangkan bahwa kaum Saba akhirnya
dilaknat Allah, dengan banjir Ariem, oleh karena mereka ingkar terhadap rezeki
yang diberikan olehNya. Dan dari beberapa sumber sejarah tertulispun dikatakan
bahwa kaum saba telah dilanda banjir besar yang membumihanguskan setiap reksa
kaya yang dimiliki peradaban Saba.
Kesimpulan
Al-Quran telah memaparkan kepada kita mengenai
kisah menakjubkan mengenai seorang Ratu yang mempunyai sekaligus menguasai
peradaban yang pada waktu itu tergolong canggih.
Namun semua kekayaan dan kemegahan yang
dimiliki Ratu Bilqis itu masih tidak seimbang bila dibandingkan dengan
kemegahan yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman. Hal ini bisa dilihat pada kisah
ketika Ratu Bilqis menyinggahkan kain dari celananya untuk menghindari air.
Kisah Ratu Bilqis bukan hanya sebagai sebuah
kisah yang tidak bisa dibuktikan. Dengan adanya penelitian-penelitian maka
lambat laun beberapa petunjuk mengenai keberadaan Kaum Shaba dan Ratu Balqis
mulai terungkap. Dimulai dari letak geografis Kaum Saba, sisa-sisa reruntuhan
bendungan Ma’rib sampai letak keberadaan singgasana pemujaan dewa matahari kaum
Shaba.
Dengan demikian Al-Quran, bisa dikatakan tidak
hanya mengandung sifat kesejarahan semata karena ia juga, memberikan kepada
kita beberapa petunjuk yang membimbing kita untuk menemukan fakta-fakta
sejarah.
Dan begitulah sejarah, ia mempunyai keutamaan
sepanjang kehidupan manusia berlangsung. Dengan adanya sejarah, dalam hal ini
Ratu Balqis, maka kita bisa mengukur dan menganalisis bagaimana peradaban
mereka berkembang sampai kepada penghancurannya. Hal inilah yang pernah
dipesankan salah seorang tokoh di China, Confucius bahwasanya: “Study the past if you would define
the future.” ***
MUHAMMAD ZAKI
AL-AZIZ adalah Mahasiswa S2 Prodi SKI Pascasarjana UIN
SGD Bandung
[1] Surat An-Naml 20-21
[2] M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, Volume 10, Jakarta: Lentera hati, 2004, Cet.ke-2, h. 211-212
[3] An-Naml
[4] An-Naml
[5] M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, Volume 10, Jakarta: Lentera hati, 2004, Cet.ke-2, h. 226
[6] Perihal ini dapat kita temukan pada Surat An-Naml ayat 33.
[7] M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, Volume 10, Jakarta: Lentera hati, 2004, Cet.ke-2, h. 158
[8] http://www.bbc.co.uk/history/ancient/cultures/sheba_01.shtml
[9] http://www.bbc.co.uk/history/ancient/cultures/sheba_01.shtml
[10] http://www.bbc.co.uk/history/ancient/cultures/sheba_01.shtml
[11] http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/06/120621_dna_ratusheba
[12] HR Abû Dâwud no. 3988 dan at-Tirmidzi no. 3222. Hadîts ini
di-shahîh-kan oleh Syaikh al-Albâni di Shahîh Sunan Abî Dâwud 2/492
[13] http://www.bangsamusnah.com/peoplesaba.html#1
[14] http://www.bangsamusnah.com/peoplesaba.html#1
[15]Surat An-Naml
[16] http://www.bangsamusnah.com/peoplesaba.html#1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar